PPKS adalah mereka yang tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga memerlukan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup secara wajar.
Istilah PPKS atau Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial digunakan untuk mengganti istilah PMKS atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Istilah itu digunakan sejak tahun 2019 ketika munculnya peraturan tentang tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Tepatnya termuat dalam Permensos No 5 Tahun 2019.
Pada Permensos No 5 Tahun 2019, disebutkan bahwa Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga memerlukan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani dan rohani maupun sosial secara memadai dan wajar.
Di lapangan, para PSKS atau Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial masih mempedomani Permensos nomor 08 Tahun 2012 untuk mengkelompokkan para PPKS ini. Paling tidak, kini tinggal 26 kategori PPKS yang perlu diketahui oleh para Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial.
26 kategori PPKS atau Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial tersebut adalah :
- Anak Balita Telantar
- Anak Terlantar
- Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum
- Anak Jalanan
- Anak dengan Kedisabilitasan (ADK)
- Anak yang menjadi Korban Tindak kekerasan atau Diperlakukan Salah
- Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus
- Lanjut Usia Telantar
- Penyandang Disabilitas
- Tuna Susila
- Gelandangan
- Pengemis
- Pemulung
- Kelompok Minoritas
- Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP)
- Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
- Korban Penyalahgunaan NAPZA
- Korban Trafficking
- Korban Tindak Kekerasan
- Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS)
- Korban Bencana Alam
- Korban Bencana Sosial
- Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
- Fakir Miskin
- Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis
- Komunitas Adat Terpencil
Pada prakteknya, mereka dan kita para PSKS yang kemudian berhak untuk dimasukkan dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial adalah data induk yang berisi data pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial, penerima bantuan dan pemberdayaan sosial, serta potensi dan sumber kesejahteraan sosial.
Tidak Harus Ada di Tiap Kecamatan
Tidak semua PPKS yang masuk pada kategori diatas terdapat pada setiap kecamatan. Seperti Kecamatan Sambong Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah yang bukan wilayah perkotaan, tidak ditemukan Anak Jalanan. Hanya kadang ditemukan ada satu dua anak yang ikut-ikutan terbujuk temannya untuk gabung dengan anak jalan di kota terdekat seperti Cepu atau Blora Kota.
Kecamatan Sambong juga bukan daerah bencana alam, kadang juga tidak ditemukan adanya PPKS Kategori Korban Bencana Alam. Karena Sambong juga bukan wilayah konflik, maka tidak ditemukan pula adanya Korban Bencana Sosial. Tidak seperti di wilayah perkotaan, Kecamatan Sambong juga bukan konsentrasi wilayah Kelompok Minoritas, Gelandangan, dan Pengemis. Namun karena kreatifitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, ditemukan beberapa pemulung di wilayah Kecamatan Sambong.
Sepengetahuan TKSK Sambong, memang pernah ada Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS) dari Kecamatan Sambong di luar negeri, namun tidak terlaporkan secara resmi, dan telah pulang ke rumah serta tidak mengalami permasalahan sosial dengan masyarakat sekitar. Tidak ditemukan pula adanya Korban Trafficking atau penjualan manusia di Kecamatan Sambong.
Penanganan PPKS Kecamatan Sambong
Konsentrasi TKSK Sambong dalam hal penanganan PPKS cenderung landai, tidak seperti kawan PSKS di Kecamatan di wilayah perkotaan. PPKS kategori Fakir Miskin (?) rata-rata telah mendapatkan bantuan dari pusat berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau bantuan Program Sembako dan Program Keluarga Harapan (PKH). Untuk kategori stunting yang kini dimasukkan dalam kategori Anak Balita Terlantar telah ditangani pihak Desa masing-masing menggunakan Dana Desa.
Untuk Lansia dan Difabel, meskipun dengan kuota serta dana terbatas, juga telah diakomodir oleh APBD Kabupaten Blora serta Provinsi Jawa Tengah. Bukan hanya oleh pihak Kabupaten dan Provinsi, Lansia dan Difabel juga sering mendapatkan bantuan insidentil dari iuran kegiatan masyarakat terutama kelompok tahlil yang ada pada tiap-tiap desa di Kecamatan Sambong.
Lalu tugas TKSK apa dong? Seperti tidak punya kerjaan? Hahaaa…. Ya sekedar menjadi penjaga data sosial di Kecamatan Sambong. Memetakan kebutuhan para PPKS Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial Kecamatan Sambong, untuk kemudian dikoordinasikan dengan sumber kesejahteraan sosial yang ada. Mengusulkan serta menyalurkan bantuan bagi kaum exclusion errors.
Syukur-syukur mendapatkan bantuan Dana Kartu Jateng Sejahtera atau Bantuan Lansia Difabel Kabupaten Blora atau Bantuan dari CSR atau Tanggung-jawab Sosial Perusahaan. Lumayan kan, dapat menyenangkan hati PPKS, membantu meringankan beban ekonomi PPKS, membuat PPKS merasa tidak sendirian, merasa diperhatikan. Hahaaa..... betapa senangnya melihat sebagian Kades yang malah 'pusing' gara-gara warganya dapat bantuan. Lha persepsi masyarakat sekarang, seolah siapapun berhak menerima bantuan sosial dari Pemerintah!
Berarti TKSK gagal dong memberikan sosialisasi pada masyarakat? Saya jawab, "Ya memang. Saya akui saya kalah. Tolong dibantu dunk….!" (Heri ireng - TKSK Sambong)
COMMENTS